Senin, 14 Januari 2013

Angkot Umum Bukan solusi Macet


Angkutan Umum Saja Tidak Akan Mengurangi Macet
Malam semuanya. Mari dibuat cepat saja agar kita lebih cepat untuk jual susu kolostrum. Berhubung ini juga sudah mulai larut malam. Selamat menikmati arrtikelnya. Semoga bermanfaat.
Pertengahan November 2012, saya menulis tentang kemacetan yang melanda makin banyak kota-kota besar di Indonesia, serta perlunya sistem angkutan umum. Warga kota se-Indonesia perlu berhimpun meningkatkan tuntutan akan sistem transportasi umum sebab hal itu akan menentukan kenyamanan dan daya saing kota.
Penyebabnya, angkutan umum hanya dapat mencegah pertumbuhan persentase perjalanan yang menggunakan mobil. Tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa dalam mengurangi pertumbuhan keseluruhan perjalanan/trip. Apalagi di tengah pertumbuhan ekonomi dan tata ruang yang salah.
Studi Jakarta Urban Transport Policy and Implementation pada tahun 2011 menunjukkan pada tahun 2002, 14 persen total perjalanan dilakukan dengan mobil pribadi. Pada tahun 2010, angka ini menyusut tinggal 9 persen.
Mari kita budayakan minum susu kolostrum. Bisa digunakan sebagai penangkal radikal bebas karena lama di jalan.

Ini artinya warga Jakarta yang bepergian dengan mobil pribadi semakin sedikit — jika dibandingkan moda transportasi lain. Tetapi bukan berarti jumlahnya lebih sedikit. Karena seiring peningkatan jumlah trip, jumlah mobil 9% tahun 2010 jadi lebih banyak dari mobil 14% tahun 2002.
Bagaimana dengan bus kota? Sama, menurun juga. Dari 40% (2002) menjadi sekitar 20% (2010). Peningkatan justru terjadi sepeda motor. Pada 2002, jumlahnya masih 20% tetapi pada 2010, melonjak dua kali lipat jadi 40%.
Ketika kita bicara macet, inilah jelas penyebab macet itu. Yakni 9 persen perjalanan dengan mobil pribadi — yang menyebabkan gangguan bagi semua yang lainnya. Apakah 9% itu tinggi?
Mari kita bandingkan. Di New York City, mobil pribadi mengambil 29% total perjalanan. Di Singapura 33 persen. Tokyo 12% sementara Warsawa 34%. Persentase warga yang memakai mobil pribadi di kota-kota itu jauh lebih tinggi dari Jakarta!
Dari sini terllihat persoalannya bukan sekadar penggunaan angkutan umum versus mobil pribadi, melainkan perkara jumlah total perjalanan yang terus meningkat.
Mari kita bersama-sama jual susu kolostrum agar banyak orang yang tidak sakit dan hidupnya sehat. Ini merupakan bagian dari berbuat baik lho.
Bila angkutan umum Jakarta diprioritaskan untuk mengangkut yang 9 persen itu, tentu ongkos angkutnya akan jadi sangat mahal. Tanpa subsidi, tidak mungkin terjangkau bagi warga yang 91 persen sisanya.
Berharap agar angka penggunaan mobil pribadi terus berkurang adalah mimpi siang bolong dan salah arah. Dengan kondisi seperti sekarang, berharap agar penggunaan angkutan umum makin meningkat juga mimpi bodong. Yang harus dikurangi, bagaimana pun juga, adalah: pertumbuhan jumlah trip. Terutama yang dengan mobil.
Seberapa hebat pertumbuhan perjalanan (trips) di Jakarta? Sebagai ilustrasi, jumlah perjalanan dari luar Jakarta menuju pusat kota, dari tahun 1985 hingga 2002, telah meningkat 10 (sepuluh) kali lipat. Sebagian tentu dengan mobil.
Karena itu, tata ruang dan kebijakan permobilan tersendiri menjadi penting. Hanya tata ruanglah yang dapat mengatur agar perjalanan yang memerlukan mobil berkurang. Bayangkan apabila orang pergi bekerja ke tempat yang tak terlalu jauh, yang terjangkau tanpa mobil.
Diberitahukan bahwa belum lama ini ada orang kaya baru karena jual susu kolostrum c2joy. Mari kita ikuti jejaknya
Sementara itu, kepemilikan dan pemakaian mobil perlu dibuat mahal.
Memang benar rasio jalan dan mobil di Jakarta rendah. Tapi itu tidak serta-merta berarti jalan yang harus ditambah. Sebab, bisa juga pemakaian mobil yang dikurangi.
Pokok soalnya, menambah prasarana tidak akan menyelesaikan solusi secara lestari; karena akan terus terlewati setelah tiap jangka waktu tertentu. Ini analog dengan soal banjir. Menambah terus-menerus prasarana pengaliran air, tanpa memulihkan alam menyerap/menahan lebih banyak air, akan berakhir dengan penuhnya prasarana itu, lagi dan lagi.
Membangun prasarana yang demikian itu hanya mengobati gejala, seperti aspirin, bukan memecahkan akar masalah.
Artikelnya sudah selesai. Begitulah yang bisa disampaikan. Mari segera kita jual susu kolostrum agar bisa membantu banyak orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar